Kamis, 19 September 2013

MARIA, IBU YANG PEDULI

                Dalam injil Yohanes 2:1-11 mengisahkan tentang perkawinan di Kana. Peristiwa perkawinan di Kana menjadi sebuah peristiwa penting karena melalui peristiwa ini, Maria memperkenalkan Yesus ke hadapan umum. Ketika menjalani kehidupan di dunia ini, Yesus pertama kali mengadakan mukjizat pada saat di mana ia terlibat bersama ibunya menghadiri pesta. Mereka hadir tidak hanya sebagai undangan biasa yang hanya datang, bersukaria lalu pulang ke rumah. Maria dan Yesus yang hadir saat ini benar-benar terlibat dan merasakan apa yang dialami oleh tuan pesta.
                Kalau kita melihat secara jeli kisah perkawinan di Kana, kita bisa menarik suatu kesimpulan sederhana yaitu tuan pesta yang mengadakan pesta tersebut kemungkinan masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Maria, hanya saja tidak diceritakan secara menyeluruh tentang siapa sebenarnya tuan pesta itu. Tetapi yang jelas bahwa tuan pesta sebagai penyelenggara perhelatan besar itu mengundang Maria untuk menghadiri pesta itu. Maria tidak hanya hadir dan menyaksikan seperti apa acaranya lalu mengeritiknya, tetapi lebih dari itu, ia menunjukkan rasa empati yang mendalam terhadap tuan pesta itu.
                Saat manakah Maria mengambil peran penting di dalam pesta itu? Saat di mana mereka kehabisan anggur. Mengadakan pesta berarti mempertaruhkan nama baik, mempertaruhkan gengsi di mata publik. Sebagai tuan pesta, tentunya mereka memberikan yang terbaik untuk para undangan yang hadir. Sikap peduli yang tinggi dan bagaimana menjamu para undangan yang baik, menjadi sebuah keharusan yang tidak bisa ditawar lagi. Karena itu kekurangan makanan ataupun minuman menjadi sebuah persoalan yang memalukan dan sekaligus mencoreng nama baik keluarga.
                Maria tahu, bahwa penyelenggaraan pesta, tidak lain adalah penyelenggaraan martabat keluarga. Karena itu kekurangan yang diakibatkan oleh kelalaian tuan pesta menjadi sebuah momok yang menakutkan. Maria tidak ingin agar nama baik keluarga yang menyelenggarakan pesta tercoreng atau tercemar karena kekurangan makanan ataupun minuman. Ia mau memberikan sikap peduli sebagai bagian dari pewartaan terselubung bahwa ia adalah ibu Tuhan. Ia sadar bahwa keterpilihannya sebagai ibu Tuhan, tidak menjadikan ia menutup diri terhadap sesama melainkan membangun relasi yang intens dengan orang lain bahkan mengambil bagian dalam kekurangan yang mereka alami. Pengalaman di pesta perkawinan di Kana, menjadikan ibu Tuhan kaya makna karena dari pesta itulah mereka dikenal dan ke-allah-an Yesus perlahan mulai ditunjukkan di hadapan publik. Hanya saja bahwa apa yang dilakukan oleh Yesus, para pelayanlah yang tahu.
                “Mereka kehabisan anggur.” Ini merupakan bahasa permintaan sekaligus Maria ‘mengemis’ kepedulian Yesus untuk turut terlibat dalam suasana kekurangan itu. Dalam pesta itu, selain menghadirkan keallahan Yesus, tetapi juga mengasah kesadaran Yesus untuk terus peka terhadap persoalan yang tengah di hadapi oleh setiap manusia. “Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba.” Di sini Yesus masih merasa rendah diri, belum memiliki sesuatu untuk bisa diberikan kepada tuan pesta sebagai bentuk sumbangan dalam mengatasi persoalan. Yesus tentu tahu, apa yang harus dilakukan berdasarkan suruhan ibunya. Tetapi yang tetap menjadi persoalan di sini adalah bagaimana ia (Yesus) menyadari diri untuk melakukan sebuah mukjizat.
                Jalan satu-satunya yang dilakukan adalah mengadakan tanda heran atau mukjizat sebagai bagian penting dari pewartaannya tentang kerajaan Allah. Dalam kondisi yang serba dilematis, serba kekurangan, Yesus menunjukkan sebuah jalan keluar dengan kekuatan doa. Di hadapan para pelayan dan tempayan yang berisi air, Yesus berdoa agar air itu bisa berubah menjadi anggur. Doa menjadi solusi dan kekuatan dalam mematahkan pelbagai kesulitan yang dihadapi.
                Apa yang dilakukan oleh Yesus tidak terlepas dari peran serta Maria ibunya. Apa yang dialami oleh Maria yang menjadi puncak kesulitan tuan pesta, juga menjadi keprihatinan bersama Yesus Putera-Nya. Melalui Maria, semua persoalan hidup bisa tertampung dan pada akhirnya ia meneruskannya kepada Yesus Puteranya. “Per Mariam, ad Jesum,” melalui Maria, kita pergi kepada Yesus.***(Valery Kopong)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar