(Sumber inspirasi Markus,
6:53-56)
Sehari
sebelum peristiwa penyembuhan di Genezaret, Yesus sudah memperlihatkan suatu
keajaiban yaitu berjalan di atas air,
menyusuri orang banyak yang naik perahu yang sedang diterpa angin sakal. Apa yang dilakukan Yesus
di hadapan publik, memperlihatkan sesuatu di luar batas kelaziman, di luar
jangkauan ratio manusia dan hal itu
menjadi tanda heran bagi manusia yang melihatnya. Mengapa Yesus, dalam pewartaan-Nya tentang kerajaan Allah
dan keselamatan manusia, selalu memperlihatkan mukjizat atau
keajaiban-keajaiban di hadapan publik?
Kehadiran
Yesus di tengah-tengah kelompok yang dijanjikan juru selamat oleh Allah, namun
kelompok yang bersangkutan yakni umat Israel masih menolak kehadiran sang
mesias itu sendiri. Mereka belum percaya pada Yesus yang merupakan utusan Allah
untuk menyelamatkan manusia dan membuka simpul-simpul dosa. Karena itu tanda
heran atau mukjizat yang dilakukan Yesus, selain merupakan bagian penting dalam
pewartaan tentang datangnya kerajaan Allah, tetapi juga mau menggiring
kesadaran manusia yang masih tumpul hatinya dan menolak kehadiran sang juru
selamat, perlahan percaya pada-Nya.
Apa yang dilakukan Yesus terutama menyembuhkan
orang-orang sakit juga mengungkapkan wibawa keallahan-Nya di hadapan dunia.
Tetapi fenomena sosial yang
memperlihatkan lemahnya kepercayaan dunia kepada dirinya, tidak semata-mata
dibantu dengan tindakan menyembuhkan sebagai upaya membangun pamor kemesiasan
tetapi apa yang dilakukan Yesus merupakan gerakan Allah dalam solidaritasnya
dengan mereka yang terpinggirkan. Yesus selalu menempatkan “kepekaan sosial”
sebagai cara paling mudah dalam membangun relasi dengan manusia lain. Karena
melalui kepekaan sosial, terbangunlah rasa toleransi dan tindakan produktif
yang menyelamatkan manusia yang mengalami “tuna di dalam kehidupannya.”
Penginjil Markus secara dramatis
membahasakan keberpihakan Yesus dan kejelian
orang-orang sakit yang selalu membuka diri bagi kehadiran Sang
juruselamat. Orang-orang sakit tidak lagi menunggu kabar, kapan Yesus lewat di
sekitar rumahnya tetapi justeru mereka
yang sakit juga diletakkan di pasar, sebuah ruang terbuka, tempat transaksi
para penjual dan pembeli. Penginjil Markus mau membuka wawasan, membuka cara
baru dalam melihat peristiwa ini sebagai sebuah peristiwa terbuka di mana
kehadiran Yesus menjadi milik bersama dan tindakannya melampaui semua orang,
siapa saja yang membutuhkan bantuan.
Pasar,
sebuah ruang publik yang bising, tempat orang-orang melakukan transaksi, Allah
mau hadir bersama putera-Nya untuk memulihkan harapan yang sirna, mengembalikan
yang cacat ke keadaan semula. Di sinilah tempat traksaksi iman antara mereka
yang terluka dan sang juru selamat. Orang-orang sakit membuka diri, membiarkan
keselamatan itu menjalar dalam dirinya dan hanya satu harapan tunggal yang
melekat dalam dirinya yaitu ingin agar kesembuhan bisa terlaksana. Baginya,
hidup sehat merupakan modal utama dan kerinduan terbesar dalam dirinya.
Kehadiran
Yesus dan tindakan nyata Yesus selalu mengutamakan keselamatan manusia.
Keberpihakkan kepada mereka yang tersisih menjadi prioritas perhatian yang
diberikan oleh Yesus. Ketika Yesus melakukan sesuatu kepada orang lain maka
pada saat yang sama ia mengorbankan kepentingan, memangkas egoisme sendiri
untuk bisa berjumpa dengan orang lain. Di pasar, seperti yang dilukiskan oleh
penginjil Markus, Yesus telah menjumpai begitu banyak orang dengan karakter
yang berbeda-beda. Ia membaurkan diri bahkan menenggelamkan diri dalam
gegap-gempitanya pasar agar Ia bisa menyatu dengan manusia. Dan dalam
keterlibatan yang intens itu, Yesus menghadirkan cinta tanpa batas, melampaui
batas-batas cinta diri. ***(Valery Kopong)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar