Penghormatan Altar dilakukan
oleh semua petugas liturgi dengan membungkuk khidmat (PUMR 49). Akan tetapi,
apabila di belakang altar terdapat Sakramen Mahakudus di dalam tabarnakel,
semua petugas liturgi berlutut (PUMR 274). Altar dihormati karena altar
melambangkan Tuhan Yesus Kristus sendiri. Tuhan yang telah wafat dan bangkit
akan hadir di atas altar dan dari meja ini Dia akan memberikan diri-Nya kepada
umat beriman dalam rupa makanan dan minuman ekaristis.
Secara khusus imam menghormati
altar dengan mencium altar. Mencium altar ini menjadi lambang untuk memberi
salam dan penghormatan kepada Kristus Sang Imam Agung dan Sang Tuan Rumah
Perayaan Ekaristi. Penghormatan altar dengan mencium altar sudah dipraktekan
Gereja sejak abad IV. Tindakan imam yang mencium altar itu bukan hanya bersifat
pribadi melainkan bersifat mewakili seluruh jemaat yang hadir. Maka, umat hendaknya
menggabungkan diri dalam penghormatan kepada Kristus itu secara batin (dalam
hati).
Pendupaan dapat diadakan pada kesempatan hari-hari besar dan khusus. Pendupaan menyatakan ungkapan hormat dan doa, seperti terungkap dalam Kitab Mazmur: “Biarlah doaku adalah bagi-Mu seperti persembahan ukupan.” (Mzm 141:2).
Imam mengisi pendupaan dan
memberkatinya dengan membuat tanda salib di atasnya tanpa mengatakan apa-apa.
Sebelum dan sesudah pendupaan, imam atau petugas selalu membungkuk khidmat kea
rah orang atau barang yang didupai. Pendupaan dilaksanakan dengan mengayunkan
dupa ke depan. Pendupaan diayunkan tiga kali tiga untuk penghormatan:
Sakramen Maha-kudus, reliqui salib suci atau patung Tuhan, bahan persembahan,
salib altar, Kitab Injil, lilin paskah, imam dan jemaat. Namun pendupaan cukup
diayunkan dua kali tiga saat menghormati reliqui dan patung orang kudus
(PUMR 277).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar