Salam disampaikan imam sambil
membuka tangan kepada umat beriman, sesudah membuat tanda salib; dengan
rumusan: “Tuhan bersamamu” dan umat beriman berjawab: “Dan bersama rohmu.”
Makna pokok salam tersebut ialah untuk menyatakan bahwa Tuhan hadir di
tengah-tengah mereka dan juga mengungkapkan misteri Gereja yang sedang
berkumpul (PUMR 50) maksudnya pada saat melaksanakan dialog salam imam dan
jawaban dari pihak umat ini, imam dan umat sedang menyadari bahwa Tuhan
benar-benar hadir di tengah kita dan jawaban dari pihak umat memperlihatkan
misteri Gereja yang sedang berkumpul.
Cara pemimpin memberikan salam
dan cara umat menanggapi salam ini sangat penting. Salam pada hakikatnya harus
komunikatif: harus benar-benar ada komunikasi antara pemberi salam (imam) dan
penerima salam (umat). Dari pihak imam, komunikasi diungkapkan lewat: pandangan
mata, mimic, tata gerak tangan. Semua ini harus benar-benar menopang kata-kata
salam.
Untuk dapat memberikan salam secara mantap, imam harus menghafal kata-kata salam. Salam akan menjadi kurang menyapa kalau imam, pada saat memberi salam itu, membaca teks dari buku; apalagi kalau sementara memberi salami ia membalik-balik buku, mencari suatu teks.
Umat pun harus menjawab salam
imam dengan mantap, karena dengan jawaban itu umat sedang menyatakan imannya
akan kehadiran Tuhan. Komunikasi dan kemantapan salam harus terungkap baik
ketika salam itu dilagukan maupun dilafalkan. Maka umat harus menghafal lagu
untuk salam.
Teks salam salam perayaan
Ekaristi ini diambil dari Alkitab. Salam alkitabiah itu hendaknya tidak diganti
dengan salam sekuler (selamat pagi, bapak-ibu, anak-anak). Dengan salam sekuler
seperti ini kita membuyarkan suasana dan alur ibadat yang sudah dibangun lewat
perarakan, nyanyian pembukaan dan tanda salib, yang pada tahap ini menanjak
pada kesadaran dan pernyataan iman akan kehadiran Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar